AKU TERAPUNG DAN TAK PERNAH LAGI TURUN KE DARAT
Namaku Andi Anton, atau biasa di panggil Andi.
Aku adalah seorang pekerja dari indonesia, yang mengadu nasib dengan menjadi pekerja yang berstatus ( joint ship sea crew ).
Sejenis pekerjaan bongkar muat di kapal- kapal barang yang keluar dan masuk Singapore.
Waktu atau jadwal kerjaku tidak bisa di tentukan waktunya.
Setiap saat dan setiap waktu, aku dan kawan- kawan seperjuangan harus siap untuk menjalankan pekerjaan tersebut dan berpindah-pindah tempat.
Dari port yang satu ke port yang lain, dari kapal yang satu ke kapal yang lain.
Lalu kami kembali ke sebuah boat kecil atau perahu yang menjadi alat transportasi kami selama di dermaga, sekaligus menjadi rumah atau tempat tinggal kami.
Di situlah aku dan kawan-kawan tinggal, menyiapkan makanan dan beristirahat.
Pada pekerjaanku kali ini, aku mulai masuk di bulan oktober 2019.
Sebelum badai covid-19 melanda dan menyebar di hampir seluruh dunia.
Di mana pada waktu-waktu tertentu aku masih bisa turun ke darat untuk sekadar mencari suasana lain dan menyegarkan pikiran.
Ke tempat-tempat di mana teman-teman PMI berkumpul.
Meskipun hanya sekadar duduk di rerumputan dan melihat begitu banyaknya teman-teman dari indonesia bercengkerama, bercanda dan tertawa lepas dalam bahasa daerah kita.
Hal itu sangat berkesan dan membuatku sejenak bisa menghilangkan rasa bosan.
Itupun aku tetap harus standby bila sewaktu-waktu ada panggilan untuk bekerja.
Aku harus segera kembali ke pangkalan sesegera mungkin, dan kembali melakukan pekerjaan yang sudah memanggil.
Aku meninggalkan istriku dan dua anak kami yang masih kecil.
Bercengkerama dengan mereka melalui video call di waktu luang menjadi pengobat rindu yang sangat berharga.
Melihat kelucuan anak-anak yang jauh di seberang, membuatku harus terus berjuang dari dermaga yang satu ke dermaga yang lain.
Aku berencana untuk mengunjungi mereka, setidaknya setiap enam bulan sekali aku dan pekerja lain bisa mengajukan cuti secara bergantian.
Kalau dalam kondisi normal.
Namun badai covid-19 merubah semuanya.
Sejak di berlakukannya Circuit breaker di bulan april 2020, praktise kami tidak lagi bisa turun ke darat sama sekali.
Kami sudah seperti manusia terapung, yang tidak pernah menginjakkan kaki di atas tanah.
Ketika kami sedang bekerja, kami tidak terlalu merasakan perubahan ini.
Namun ketika pekerjaan selesai dan ada waktu jeda sambil menunggu kapal besar yang akan bongkar muatan.
Kami hanya bisa kembali ke perahu kami, yang juga berfungsi sebagai rumah tinggal.
Di satu sisi aku masih bersyukur, karena di masa pandemi aku masih bertahan dalam pekerjaan. Bahan makanan pun tercukupi karena di suply oleh employer atau bos kami.
Hal itu membuatku berusaha untuk tidak mengeluh.
Jangankan untuk pulang kampung dan menengok anak dan istriku.
Sekadar menghirup udara segar dan melihat kondisi daratan pun tidak bisa.
Tapi tidak bisa di pungkiri, rasa bosan dan stress pasti kita rasakan.
Aku hanya bisa membayangkan untuk bisa pergi ke taman atau lapangan rumput, untuk sekadar menikmati udara segar di alam terbuka.
Yang semakin terasa adalah karena kami berada sangat dekat dengan daratan.
Ketika hari minggu di mana aku bisa melihat dan mendengar sebagian kawan-kawan PMI yang sedang libur dan bersantai di tepi dermaga.
Aku bisa melihat mereka dengan jelas, namun aku hanya bisa melihat dari atas boat kecil yang kami tinggali.
Beberapa kali aku bertanya kepada cost guard, kapan kami di ijinkan untuk turun ke darat?
Hanya jawaban dengan suara datar yag selalu aku dapatkan.
( tunggu intruksi dar pemerintah ).
Mungkin di luar sana ada banyak teman-teman PMI, terutama teman-teman PRT yang juga mengalami dampak dari pandemi covid-19.
Di mana mereka mengalami stress dan tekanan di tempat kerja dari berbagai faktor.
Banyak juga saya membaca tentang hal itu dan kami pun bisa merasakan bagaiamana rasanya.
Juga tentang pekerja migran yang tinggal di asrama.
Tapi di sini juga ada kami, pekerja migran yang sangat jarang sekali aku mendengar orang-orang melihat kondisi kami yang juga terdampak oleh pandemi.
Sehingga kami merasa tak punya ruang atau kesempatan untuk sekadar bicara atau bercerita tentang keberadaan kami di sini, terapung di dermaga Singapura.
Aku dan juga kawan-kawanku di sini juga ingin meluahkan apa yang kami rasakan.
Kami juga sama seperti yang lain, kami membutuhkan tempat untuk sekadar berbagi cerita. Yang mungkin bisa membuat beban kami menjadi terasa lebih ringan.
Aku dan kawan-kawan di sini hanya bisa berdo'a, semoga covid-19 ini segera bisa di atasi, agar kondisi semakin membaik.
Karena hanya dengan harapan itulah kami berusaha selalu berpikir positive.
Kami di sini juga sama, ingin keadaan kembali seperti dulu.
Meninggalkan keluarga untuk bekerja adalah pilihan yang berat bagi semua orang, tak terkecuali aku sendiri.
Covid-19 ini merubah semua keadaan, mengguncang rencana dan harapan yang pernah aku bayangkan.
Tak ubahnya seperti apa yang aku rasakan sekarang.
Terapung di atas perairan.
Ke sana kemari di atas kapal sesuai panggilan pekerjaan.
Bergerak ke kiri dan kanan mengikuti riak-riak gelombang.
Ingin rasanya aku nikmati walau sejenak.
Kaki berpijak di atas tanah dan berjalan.
Atau duduk dengan tenang tanpa guncangan.
Salam perjuangan untuk kita semua.
Dari kami PMI yang sedang berjuang di dermaga Singapura.
Pena Novia Note :
Cerita tentang sahabat kita mas Andi, di tulis berdasarkan persetujuan dari yang bersangkutan.
Dengan tujuan berbagi dan sedikit meluahkan apa yang sedang di alami, akibat atau dampak dari pandemi covid-19.
Selama ini PMI seperti mas Andi ini jarang sekali kita dengar.
Bahkan mungkin tidak pernah di sebut dalam forum-forum diskusi yang menyangkut pekerja migran.
Dengan tulisan ini semoga kita sebagai PMI bisa saling menguatkan dan tidak lagi mengotak-ngotakkan di sektor mana pekerjaan kita.
Pena Novia
PMI bersuara & bercerita.
Komentar
Posting Komentar