Langsung ke konten utama

PERJALANAN HIDUPKU ( part 3 )



KEMISKINAN MEMAKSAKU UNTUK BERHENTI SEKOLAH, DAN BEKERJA DI USIA YANG SANGAT DINI ( part 3 )


Perjalanan hidup seorang PMI bernama (Y.A) yang berasal dari sebuah kota (P). Dan saat ini masih bekerja di Singapura.

Cerita sebelumnya :


Sembilan bulan aku bekerja pada keluarga tersebut. Namun tiba-tiba mereka memberitahuku, bahwamereka akan pindah ke negara Malaysia. Tapi ternyata selama aku bekerja di sana, bapakku sudah mengambil gajiku setiap bulan. Yang berarti aku tidak menerima hasil kerja kerasku selama sembilan bulan.

Aku pun pulang kembali ke kampung, tapi hanya seminggu di rumah, aku pun kembali ke Kota untuk bekerja lagi. Karena aku sudah terbiasa bekerja sejak kecil, juga karena aku sudah tidak lagi sekolah sehingga tidak ada yang bisa aku lakukan selain aku harus bekerja.

Hingga aku berusia 16 tahun, aku mengenal seorang laki- laki. Dari yang sekedar berkawan, semakin lama hubungan kami semakin akrab dan semakin dekat. Tiga bulan sudah kami berusaha saling mengenal.

Tetapi orang tuaku meminta kami untuk menikah saja, karena menurut mereka itu lebih baik dari pada kami berpacaran. Antara faham dan tidak apa konsekwensi dari sebuah pernikahan, aku menurut saja apa kata orang tua, dan kami menikah. 

Sampai saat ini aku masih sering bertanya dalam hati, apakah aku sudah siap mental waktu aku menikah dulu? Karena aku merasa aku hanya berjalan mengikuti air mengalir. Aku tidak tahu ternyata banyak sekali hal-hal yang seharusnya aku pelajari dan aku persiapakan sebelum aku memutuskan untuk menikah. 

Tetapi nasi sudah menjadi bubur, toh pada akhirnya aku pun menjadi seorang istri dari suamiku. Seorang laki-laki yang aku kenal atau dekat pertama kali dalam hidupku. Di saat aku baru saja menginjak masa remaja. 

Aku di boyong oleh suamiku dan kami tinggal bersama orang tuanya selama dua tahun. Awal-awal pernikahan, semua terasa baik-baik saja. Baru setelah rumah tangga kami berjalan tiga bulan, pelan-pelan sifat aslinya mulai kelihatan.

Dia suka mabok dan juga sering main tangan. Aku tidak bisa berbuat banyak, karena tidak ada yang perduli di rumah itu, bahkan mertuaku pun seolah menutup mata dengan sifat suamiku. Aku menyadari bahwa aku bukan siapa-siapa. Keluarga suamiku termasuk orang yang cukup berada dan memiliki kebun sawit. Dan suamiku membantu orang tuanya mengurus kebun sawitnya.  Sedangkan aku berasal dari keluarga yang sangat miskin. Aku juga sangat merasakan kalau aku tidak sepenuhnya di anggap sebagai bagian dari keluarga.

Aku masih ingat sekali saat itu aku sdang mengandung sembilan bulan. Aku sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan suamiku yang suka main tangan. Sementara mertuaku tidak pernah menasehati suamiku, bahkan seolah tidak mau tahu dengan apa yang aku alami.

Akhirnya aku pun meninggalkan rumah dan pergi ke rumah kakakku yang kebetulan satu kampung dengan rumah suamiku. Akan tetapi, suamiku datang menjemput dan mengajakku pulang. Sebenarnya aku tidak mau ikut dengan suamiku, tetapi kakakku memintaku untuk ikut suamiku saja demi anak yang aku kandung. 

Aku masih merasa trauma untuk kembali ke rumah mertuaku. Aku masih di rumah kakakku sementara waktu, dan akhirnya suamiku di belikan sebuah rumah kayu kecil yang bisa kami tinggali. Anak pertamaku pun lahir di tahun 2.000.

Aku kira suamiku akan berubah setelah kami punya anak. Tapi ternyata aku salah. Tabiat aslinya belum bisa berubah, masih suka mabok, temperamental dan kasar, meskipun kami memilki anak. Mudah sekali marah dengan hal-hal kecil yang tidak masuk akal.

Pernah pada suatu hari, aku di hajar oleh suamiku di depan anakku, yang ketika itu masih berusia lima tahun. Aku mencoba berteriak sekuatnya, dengan harapan agar ada orag yang mendengar dan menolongku. Karena di kampung kami yan berada di perkebunan kelapa sawit. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya sangat berjauhan.

Tapi untunglah, teriakanku terdengar oleh tetangga kanan kiri. Mereka pun semua keluar dari rumah dan mendatangi rumah kami, untuk melihat apa yang terjadi. Akan tetapi, emosi suamiku semakin menjadi ketika melihat banyak orang melihat apa yang dia lakukan. saat itu juga dia menjatuhkan talak. 

Aku berlari menyelamatkan diri menuju ke rumah kakak iparku. Saat itu aku dalam keadaan pusing karena di hajar oleh suamiku. Dia mengejar aku ke sana, lalu terjadi pertengkaran antara suamiku dan kakak iparku. Tapi aku tidak lagi mengingat apa yang terjadi, karena aku jatuh pingsan. Setelah kejadian itu, ibu mertuaku baru menasehati suamiku agar merubah sikapnya.

Sementara aku sendiri, tidak pernah menceritakan apapun yang terjadi dalam rumah tanggaku kepada orang tuaku. Aku hanya bercerita pada kakak perempuanku saja. Aku tidak bicara pada orang tuaku karena aku tidak ingin membuat mereka khawatir. Untuk menyambung hidup dari hari ke hari saja mereka sudah susah, dan aku tidak mau menambah beban pikiran mereka dengan masalah rumah tanggaku.

Kakak-ku juga berusaha bicara dengan suamiku dan meminta agar tidak memperlakukan aku seperti itu. Pelan-pelan suamiku berubah sikapnya. Tapidi balik itu, dia justru melampiaskan kemarahannya kepada anak kami. Hingga pertengkaran -pertengkaran pun tidak bisa di elak-kan. Terjadi dan terjadi lagi di rumah kami.

Aku pun tidak tahu apa yang di sebut kebahagiaan dalam berumah tangga. Masalh demi masalah terjadi. Pertengkaran pun tak bisa di hindari. Semua itu membuat aku merasa tak sanggup lagi. Hingga aku meminta untuk bercerai.


#Bersambung ke-( part 4 )

Cerita in berdasarkan sharing/interiew dengan nara sumber.

Di tulis dan di narasikan oleh : Pena Novia






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seminar Perempuan KBRI Singapura

SEMINAR PEREMPUAN Perilaku Sehat, Wanita Tangguh. KBRI Singapura, minggu 29-09-2024 Dharma Wanita Persatuan KBRI Singapura mengadakan acara seminar bertema perempuan, yang diadakan di ruang Nusantara KBRI Singapura. Dr. Merisa Auditanya Taufik menjadi pembicara di acara tersebut, yang memberikan materi seminat tentang hal-hal yang tentang kesehatan perempuan. Dan  dihadiri oleh kurang lebih 200  pekerja migran Indonesia yang merupakan pekerja perempuan. Acara dibuka dengan sambutan dari Ibu Nuri Widowati Suryo Pratomo sebagai ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Singapura. Yang kemudian dilanjutkan ke acara inti. Pemaparan materi diawali dengan point penting yaitu : Perempuan Adalah Sosok Penting Kehidupan.  1.Karena perempuan diberikan rahim untuk proses kelangsungan hidup manusia. 2.Perempuan dibekali naluri keibuan untuk meberikan cinta dan kehangatan. 3.Perempuan sebagai 'sekolah pertama' untuk anak-anaknya. Kemudian dilanjut dengan materi-materi yang tidak ...

PMI BERTAHAN DI LUAR NEGERI KARENA APA?

                                  Bertahun-Tahun Bertahan di Negara orang, Sampai Kapan? Bicara tentang PMI (Pekerja Migran Indonesia) memang selalu menarik, karena ada banyak cerita yang beragam dan mungkin hanya difahami oleh sesama PMI itu sendiri, dan mereka yang memiliki concern terhadapa permasalahan PMI. PMI berasal dari berbagai background kehidupan yang bermacam-macam. Namun pada dasarnya, kondisi ekonomi-lah yang menjadi alasan terbesar, yang membuat mereka harus meninggalkan Indonesia untuk bekerja di negara orang.Tidak semua orang bisa memahami PMI, baik dari latar belakang, kondisi kerja, juga kesehatan mental karena tekanan yang harus dialaminya. Di sini kita akan mengupas kondisi yang dialami PMI pada umumnya. Khususnya sektor pekerja rumah tangga. Pada tahap awal ketika PMI baru menginjakkan kaki di negara orang atau masuk ke tempat kerja, pasti mengalami yag nemanya "culture shock". Ya...

RENUNGAN SENJA KORBAN HUMAN TRAFICKING part-6

  TAK PERNAH KU SANGKA AKU AKAN MENGHABISKAN MASA TUAKU SENDIRIAN. Renungan senja seorang mantan PMI yang pernah bekerja di Malaysia. Dia yang pernah menjadi korban human traficking, dan hampir kehilangan nyawa di ujung senapan seorang mandor perkebunan kelapa sawit. Edisi sebelumnya ... Kami harus mendekam di tahanan karena di anggap melangar undang-undang imigrasi. Selain di anggap memalsukan data, kami juga bekerja secara ilegal tanpa ada dokumen resmi.  Yang sebenarnya kami adalah korban dari para sponsor atau calo yang memperjual belikan kami layaknya barang.  Ya. Kami adalah korban human traficking, kami adalah korban dari jaringan perdagangan orang. Setelah melewati waktu beberapa bulan kami di dalam tahanan akhirnya kami di keluarkan untuk kemudian di deportasi. Kami di bawa ke pelabuhan dan di seberangkan dengan perahu kecil dengan tangan terborgol satu sama lain. Entah bagaimana nasib kami andai saja ada kecelakaan atau perahu itu terbalik. Tapi begitulah kenyat...