YULIA YANG MENCARI KEADILAN
Seorang PMI masih mencari keadilan akan kasus yang di alaminya empat tahun lalu, di mana dia mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh mantan employernya, yang hingga saat ini proses hukumnya masih berjalan.
Yulia, seorang PMI berasal dari kota Palembang yang bekerja sebagai PRT migran di Singapura, sekarang masih berada dalam perlindungan HOME dan tinggal di shelter. HOME adalah sebuah NGO yang memberikan bantuan advokasi kepada pekerja migran di singapura, dari berbagai sektor. Perjalanan kasus Yulia sudah berjalan cukup panjang dan sudah dua kali masuk sidang pengadilan, yang pastinya sangat melelahkan bagi Yulia, baik secara psikis dan mental .Karena dia juga masih merasakan trauma dengan apa yang pernah di alaminya di tempat kerja.
Sekitar tahun 2016,Yulia mulai bekerja dengan employernya. Selama bekerja, Yulia beberapa kali menerima kekerasan fisik yang dilakukan oleh employernya, bila dia dianggap melakukan kesalahan .Dari dipukul kepalanya dengan menggunakan mangkok stainless, disiram air dengan kondisi employer yang sedang marah ,bahkan kepala Yulia juga dipukul dengan gagang telephone . Hingga dilempar celana anak yang dia jaganya ke muka Yulia , hanya karena tanpa sengaja, Yulia memakaikan celana anaknya secara terbalik. Kejadian - kejadian itulah yang membuat Yulia tidak lagi mampu bertahan. Setelah bekerja selama kurang lebih dua bulan, Yulia memutuskan untuk lari meninggalkan rumah dan menuju ke sebuah bus stop, karena dia tidak tahu arah dan tidak tahu mau ke mana . Dia meminta tolong kepada orang yang dia temui untuk menghubungi agency, dengan memberikan kartu nama yang dia simpan .hal ini dikarenakan Yulia tidak memiliki HP . Namun karena agency tidak menjawab,orang tersebut lalu menghubungi polisi untuk meminta pertolongan, dan Yulia jatuh pingsan sebelum polisi datang, lalu di bawa ke rumah sakit .
Setelah tiga hari, Yulia dijemput oleh agency, lalu employernya datang ke agency dengan maksud menjemput Yulia kembali, namun Yulia menolaknya dan memilih untuk tinggal di agency. Setelah hampir satu bulan tinggal di tempat agenc, Yulia dilaporkan ke polisi oleh employernya dan di tuduh mencuri uang. Agency juga mengatakan kepada Yulia, kalau Yulia tidak bisa tinggal di sana lagi karena sudah berada di bawah wewenang kepolisian . Selain itu agency juga meminta Yulia untuk mengakui saja bila memang dia melakukan apa yang dituduhkan, namun bila dia tidak melakukannya, Yulia tidak perlu merasa takut .Setelah di bawa oleh polisi dan di interogasi, Yulia di tempatkan di sebuah shelter/ penampungan . Dia tinggal di sana selama 8 bulan, tanpa boleh keluar .
Dalam kondisi seperti inilah, pekerja migran yang sedang menghadapi kasus hukum, yang seharusnya mendapatkan suport secara mental, justru merasa semakin stress dan pasrah, karena lingkungan yang tidak mendukung.
Setelah itu dia di pindahkan ke shelter /penampungan yang lain dan tinggal selama setahum, sebelum akhirnya dia mendapatkan ijin untuk bekerja dengan status masih 'undercase'. Dia bekerja selama 6 bulan ,lalu meminta untuk kembali ke shelter setelah melalui perdebatan, hal ini di karenakan Yulia masih belum bisa menghilangkan trauma dari apa yang dia alami, sehingga membuat nya tidak bisa concern dalam bekerja. Hal ini sangat difahami karena Yulia juga dalam masa menunggu , kapan kasusnya akan ada kejelasan. Setelah mendapat informasi dari seorang teman, Yulia menghubungi HOME ,dan sejak saat itu Yulia tinggal di HOME shelter hingga sekarang.
Pada tgl 29 february 2020, Yulia pergi untuk melihat barang bukti yang digunakan di rumah employernya, sesuai yang dia alami. Namun hanya bentuknya yang sama seperti apa yang dia ceritakan, tetapi brandnya berbeda menurut Yulia. Pada sidang ke-dua, Employernya mengakui enam tuduhan yang di laporkan oleh Yulia, dan masih ada satu lagi tuduhan yang belum diakuinya. Hingga saat ini Yulia masih terus memperjuangkan keadilan atas apa yang di alaminya, dengan suport penuh yang diberikan HOME, dari counselling, stress healing, hingga legal suport ke pengadilan.
HOME Singapore adalah NGO yang berdiri sejak tahun 2004, dan concern dalam memberikan bantuan advokasi bagi pekerja migran di Singapura dari berbagai sektor. Dalam laporan tahunan, rata - rata setiap tahun HOME membantu seribu lebih pekerja migran yang mengalami dispute. Selain dari pada itu, HOME juga mengajukan perbaikan perlindungan bagi pekerja migran , beberapa di antaranya sudah di syahkan dalam regulasi yang dikeluarkan oleh MOM (Kementrian Tenaga Kerja Singapura).Termasuk (mandatory) pemeberian hak libur seminggu satu kali bagi PRT migran, dan juga larangan membersihkan jendela ( bagian luar ) untuk yang tinggal di gedung tinggi.
Dalam hal memberikan bantuan advokasi,HOME memiliki concern yang sangat serius terhadap 'mental health isyu'. Di mana hal tersebut sangat berdampak pada kondisi psikologis bagi pekerja itu sendiri, yang juga banyak sekali di alami oleh PRT migran , namun kurang mendapat perhatian. Karena kondisi kerja yang juga sangat rentan mengalami exploitasi .
Penulis : NA
NS : Yulia & HOME .
Komentar
Posting Komentar